Pengertian Kepailitan :
Berdasarkan Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, pailit atau bangkrut merupakan keadaan di mana seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan mengalami kebangkrutan. Warisan yang dimilikinya akan dijadikan sebagai pembayar utangnya.
Jika dijelaskan berdasarkan UU Kepailitan, kepailitan berarti kegiatan sita umum atas semua kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit. Pengurusan dan pemberesan kegiatan ini sendiri dilakukan oleh kurator, yang berada di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan tersebut.
Keputusan atas pailit atau tidaknya sebuah perusahaan, tentu harus mengikuti prosedur pengajuan kepailitan terlebih dahulu. Jika memang dianggap memenuhi syarat, maka pengajuan kepailitan tersebut tentu akan diterima. Namun, jika tidak, maka akan ada jalan lain yang dipilih untuk menyelesaikan masalah utang piutang antara perusahaan debitur dan perusahaan kreditur tersebut.
Hal yang Bisa Menyebabkan Kepailitan :
Dibalik terjadinya kepailitan, tentu ada faktor atau alasan khusus yang melatarbelakanginya. Faktor penyebab pailit itu sendiri, bisa jadi merupakan faktor internal atau berasal dari dalam perusahaan sendiri atau disebabkan oleh faktor eksternal. Berikut adalah beberapa hal atau alasan yang dapat memicu kepailitan sebuah perusahaan.
1. Berhenti Melakukan Inovasi
Terhentinya inovasi atau terobosan baru dari sebuah badan usaha atau perusahaan, dapat memicu terjadi kepailitan, loh! Anda sendiri mungkin kerap menyaksikan, seberapa populernya sebuah brand tertentu di masa lampau, namun tak bisa bertahan karena tak adanya hal baru yang ditawarkannya pada konsumen.
Dengan adanya inovasi, maka konsumen akan semakin merasa puas dan bangga menggunakan produk atau jasa dari badan usaha tersebut. Sayangnya, perusahaan yang merasa sudah berada di puncak dan tak tertandingi, terperangkap di zona nyamannya dan berhenti menciptakan inovasi lainnya. Alhasil, perusahaan ini pun akhirnya kalah dengan inovasi yang diciptakan oleh pesaingnya.
2. Mengabaikan Kebutuhan Konsumen
Eksisnya sebuah badan usaha tentu tergantung pada konsumen yang memakai produk atau jasanya. Bayangkan jika konsumen yang biasanya loyal, perlahan-lahan mulai meninggalkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Jika sudah begini, bukan tak mungkin kemungkinan pailit akan segera dihadapi oleh perusahaan tersebut.
Beralihnya konsumen dari perusahaan tersebut, umumnya disebabkan karena perusahaan tak lagi memikirkan bagaimana cara memuaskan konsumen. Perusahaan tersebut merasa produknya sudah menjadi yang terbaik, sehingga tak perlu lagi ada perbaikan atau terobosan baru yang dihadirkan. Jika terus begini, lambat laun konsumen akan berkurang dan beralih memakai produk perusahaan lain.
3. Terlalu Fokus Memikirkan Pengembangan Perusahaan
Tak masalah sih sebenarnya jika perusahaan memusatkan perhatian pada pengembangan atau ekspansi perusahaannya. Apalagi mengingat hal tersebut bisa menjadi celah pemasukan baru bagi perusahaan tersebut. Namun, jangan sampai ide untuk mengembangkan perusahaan mengakibatkan produk yang sudah dimiliki jadi terabaikan, karena bisa berujung pada kepailitan.
4. Takut untuk Bersaing dengan Perusahaan Lain
Dalam dunia usaha, keberanian merupakan satu modal utama yang harus dimiliki. Bagaimana tidak, dalam dunia usaha ada begitu banyak pesaing yang sewaktu-waktu bisa membuat perusahaan yang dimiliki jatuh. Ketakutan yang besar akan persaingan saat berusaha, hanya akan membuat perusahaan jadi susah maju, sehingga ujung-ujungnya jadi tak berkembang dan jatuh bangkrut.
5. Mengabaikan Pergerakan Perusahaan Pesaing
Walaupun misalnya sebuah perusahaan sudah berada di posisi puncak dan memiliki banyak konsumen, jangan sampai mengabaikan gerak dari perusahaan pesaingnya. Pasalnya, kurangnya perhatian pada perusahaan pesaing dapat menyebabkan terjadinya kepailitan. Bisa jadi perusahaan lain sudah menyiapkan inovasi baru untuk bisa memikat hati konsumen.
Jika sebuah perusahaan awas dengan keberadaan perusahaan pesaing atau kompetitornya, maka hal tersebut bisa menjadi motivasi tersendiri. Hal tersebut bisa memicu perusahaan untuk tak mudah merasa puas dan terus bersemangat melakukan inovasi baru. Jika sudah begini, tentu kemungkinan pailit bisa dihindari.
6. Harga Barang atau Jasa yang Terlalu Mahal
Mahalnya harga jual sebuah produk barang atau jasa, bisa memicu terjadinya kepailitan, loh! Pasalnya, konsumen pasti membandingkan harga dari produk yang sama namun dikeluarkan oleh perusahaan yang berbeda. Jika memang tak ada perbedaan yang mencolok, maka tentu tak masalah jika membeli produk dengan harga yang lebih terjangkau. Jika konsumen sudah beralih hati ke produk lain, tentu saja perusahaan akan bisa mengalami kerugian. Maka dari itu, sebaiknya sebuah perusahaan menawarkan produk dengan harga yang lebih efisien. Optimalkan penggunaan bujet, sehingga produk bisa dijual dengan harga yang umum di pasaran, namun kualitasnya tak pasaran sehingga bisa membuat konsumen bertahan.
7. Perusahaan Terlilit Utang
Sudah bukan rahasia lagi jika utang perusahaan merupakan salah satu pemicu utama terjadinya kepailitan. Banyak perusahaan yang memiliki dana terbatas, meminjam dana ke perusahaan lain yang lebih besar, agar perusahaan tersebut bisa tetap berjalan. Sayangnya, terkadang profit yang diperoleh oleh perusahaan tak begitu besar, sehingga tak bisa dimanfaatkan untuk membayar utang.
Jika sudah begini, maka jumlah utang tentu saja akan makin bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi jika perusahaan yang meminjamkan dana tak cuma satu perusahaan saja. Saat utang tak lagi mampu dibayar, maka pihak perusahaan yang meminjamkan dana atau kreditur, bisa mengajukan kepailitan atas perusahaan tersebut.
8. Berlebihan dalam Melakukan Pengembangan Perusahaan
Memang benar jika pengembangan perusahaan atau ekspansi dapat membuat perusahaan jadi makin kokoh. Namun, jika pengembangan perusahaan dilakukan secara berlebihan, maka akan banyak dana yang terpakai untuk keperluan tersebut. Alhasil, jika sewaktu-waktu dibutuhkan dana untuk keperluan lain, perusahaan tak bisa mencukupinya karena terbatasnya dana yang tersisa.
9. CEO Perusahaan Melakukan Penipuan
Terjadinya kepailitan atas sebuah perusahaan, bisa juga disebabkan oleh terjadinya penipuan yang dilakukan oleh CEO perusahaan tersebut. Bisa jadi CEO melakukan penyelewengan dana atau mengakali laporan keuangan perusahaan tersebut. Jika tindakan tak terpuji ini lama terendus, bisa-bisa tindakan ini hanya akan terungkap saat perusahaan sudah di ambang kepailitan.
Prosedur Pengajuan Kepailitan dan Syaratnya :
Dalam mengajukan kepailitan, ada syarat tertentu yang harus dipenuhi, sehingga nanti pengajuan tersebut bisa diproses dan diputuskan. Pemenuhan syarat pengajuan kepailitan ini termasuk dalam prosedur pengajuan kepailitan. Adapun syarat pengajuan kepailitan ini diatur langsung dalam UU Kepailitan.
Berdasarkan Pasal 2 UU Kepailitan, syarat yuridis kepailitan harus dipenuhi terlebih dahulu, agar bisa mengajukan kepailitan atas sebuah perusahaan. Syaratnya adalah adanya utang yang salah satunya minimal sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Selanjutnya, ada 2 atau lebih kreditur, adanya debitur, permohonan pernyataan pailit dan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga.
Agar bisa memperoleh pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, maka ada prosedur pengajuan kepailitan juga yang harus dijalani. Prosedur pengajuan ini sendiri diatur dalam UU No.37 Tahun 2004 yang membahas tentang Kepailitan. Berikut prosedur yang harus dilalui untuk memperoleh pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga.
1. Pengajuan Kepengadilan
Pengajuan permohonan pailit kepada Ketua Pengadilan dalam hal ini wajib menggunakan kuasa hukum berlisensi Kurator Advokat untuk di daftarkan ke Panitera pengadilan.
2. Penyampaian Pernyataan Permohonan Pailit
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Hari sidang akan ditetapkan dalam jangka waktu 3 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
3. Sidang Pemeriksaan Permohonan Kepailitan
Sidang pemeriksaan akan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
4. Pemanggilan Debitur Oleh Pengadilan
Debitur wajib dipanggil oleh pengadilan jika permohonan pailit diajukan oleh kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan.
5. Pemanggilan Kreditur
Kreditur bisa dipanggil pengadilan jika pernyataan pailit diajukan oleh debitur dan juga terdapat keraguan dalam persyaratan pailit yang perlu dipenuhi.
6. Pemanggilan Debitur dan Kreditur dengan Surat Kilat
Pemanggilan atas debitur atau kreditur akan dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat, paling alam 7 hari sebelum persidangan pertama dilakukan
7. Putusan Pengadilan Terkait Kepailitan
Putusan pengadilan akan permohonan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit terpenuhi. Putusan tersebut paling lambat harus diucapkan 60 hari setelah didaftarkan.
8. Pembacaan Putusan
Pertimbangan hukum yang mendasari putusan atas permohonan penyataan pailit tersebut harus termuat secara lengkap di dalamnya. Putusan tersebut juga harus memuat pendapat Majelis Hakim, yang harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun ada upaya hukum atas putusan tersebut.
Hak dan Kewajiban Perusahaan yang Dipailitkan :
Perlu diketahui bahwa dalam prosedur pengajuan kepailitan, ada hak dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan yang dipailitkan. Keberadaan hak dan kewajiban ini pun sifatnya begitu krusial, bisa mempengaruhi keputusan atas kepailitan perusahaan tersebut. Simak ulasan singkat mengenai hak dan kewajiban perusahaan yang dipailitkan berikut ini.
1. Debitur Berhak Mengajukan Rencana Perdamaian
Perusahaan yang meminjam dana atau debitur yang terancam pailit, berhak mengajukan rencana perdamaian. Ketentuan mengenai rencana perdamaian ini diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004, yang membahas tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Rencana perdamaian ini meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada pihak kreditur.
Dalam rencana perdamaian ini, ada beberapa usulan yang bisa diajukan oleh debitur atau perusahaan yang terancam pailit. Usulan itu seperti memperpanjang waktu jatuh tempo, menghapus penalti, pengurangan tingkat bunga, pemotongan pokok, konversi utang menjadi saham, atau hak membeli atas utang.
Jika sekiranya pihak perusahaan yang meminjamkan dana atau pihak kreditur menyetujui salah satu usulan tersebut, maka perdamaian berhasil dilakukan. Perusahaan yang meminjam dana tak lagi berada di ambang kepailitan, namun tetap wajib melunasi utangnya. Pengajuan rencana perdamaian ini sendiri bisa diajukan kapan saja setelah putusan pailit diucapkan.
2. Hak untuk Mengajukan Kasasi dan Peninjauan Kembali
Jika telah diputuskan permohonan penyataan pailit, maka hak berupa upaya hukum untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung bisa dilakukan. Perihal pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung ini sendiri diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Kepailitan. Selain itu, dapat juga diajukan Peninjauan Kembali, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 14 UU Kepailitan.
3. Kewajiban untuk Membayar Utang Pada Kreditur
Selain melakukan haknya, perusahaan yang memiliki utang atau debitur ini tentu memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya. Jika semua syarat pengajuan kepailitan sudah terpenuhi, maka seluruh harta perusahaan secara otomatis akan menjadi harta pailit, Harta pailit inilah yang akan digunakan untuk melunasi semua utang yang dimiliki oleh perusahaan yang pailit tersebut.
Jika sekiranya kepailitan tersebut disebabkan karena kelalaian direksi perusahaan, maka pihak direksi pun juga harus turut bertanggung jawab. Tanggung jawabnya ini misalnya dalam bentuk membantu melunasi utang perusahaan, kala semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut sudah habis untuk melunasi hutang sebelumnya.
Hal yang sama juga berlaku bagi dewan komisaris perusahaan tersebut. Jika kelalaian yang dilakukan oleh dewan komisaris menyebabkan pailitnya perusahaan, maka dewan komisaris juga harus melunasi utang perusahaan pada pihak yang meminjamkan dana. Keikutsertaan dalam pelunasan utang hanya jika aktiva perusahaan tak cukup untuk melunasi utang tersebut.
Itulah tadi ulasan mengenai kepailitan, penyebab, syarat, serta hak dan kewajiban perusahaan yang dipailitkan tersebut. Sebelum dikeluarkannya putusan atas pailitnya sebuah perusahaan, ada prosedur pengajuan kepailitan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu dan waktunya terbilang tak singkat. Kepailitan sendiri hanya bisa dihindari melalui rencana perdamaian yang disetujui kreditur. Setelah pengajuan kepailitan lalu bagaimana kamu juga harus mengetahui bentuk perlindungan debitur dalam proses kepailitan.
Perbedaan Pailit dan Bangkrut
Dewasa ini banyak orang yang berasumsi bahwa pailit dan bangkrut merupakan dua hal yang sama. Padahal keduanya berbeda. Dilihat secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bangkrut atau gulung tikar adalah kondisi saat menderita kerugian besar yang membuat kondisi keuangan tidak sehat dan memaksa perusahaan berhenti operasi.
Lazimnya perbedaan antara keduanya dilihat pada kondisi keuangan perusahaan. Meskipun Perusahaan telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, belum tentu memiliki kondisi keuangan yang buruk sebab dalam banyak kasus perusahaan yang dinyatakan pailit kondisi keuangannya masih sehat dan beroperasi normal sedangkan perusahaan yang dinyatakan bangkrut sudah pasti memiliki keadaan keuangan yang tidak sehat sehingga tidak dapat menjalankan perusahaan.
Meskipun status pailit dapat berujung dengan kebangkrutan apabila aset perusahaan tersebut tidak cukup dalam membayar kewajiban. Artinya, perusahaan yang ditetapkan pailit tidak lagi mempunyai aset perusahaan dan tidak dapat lagi melakukan kegiatan operasi, hal tersebut berujung pada bangkrut.
Proses Persidangan :
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga dan sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit di laksanakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan atau 25 hari apabila debitur mengajukan permohonan berdasarkan alasan yang cukup. Ketika dilakukannya persidangan, Pengadilan Niaga memiliki wewenang:
1. Wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan; dan
2. Dapat memanggil kreditur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap Kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:
1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau
2. Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:
• Pengelolaan usaha debitur; dan
• Pembayaran kepada Kreditor, pengalihan, atau penanggungan kekayaan Debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang Kurator.
Dalam hal putusan Pengadilan Niaga terhadap permohonan pailit wajib memuat beberapa hal yakni:
1. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
2. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis.
Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung yang diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan.Ketentuan mengenai pengajuan upaya hukum kasasi ini tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12 UU 37/2004, yaitu:
1. Diajukan paling lambat delapan hari setelah tanggal putusan pencabutan pailit diucapkan;
2. Permohonan didaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit; dan
3. Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
Selain mengajukan permohonan pailit, UU 37/2004 memberikan ruang bagi debitur dengan mengajukan PKPU demi menunda penetapan kepailitan sekaligus melaksanakan restrukturisasi yang mana langkah ini dapat memberikan kesempatan untuk mengajukan rencana perdamaian, misalkan membayar secara sebagian atau penuh kepada kreditur.
Menurut yang tercantum dalam pasal 222 – pasal 294 UU 37/2004, waktu PKPU dapat diajukan dan akibat hukumnya adalah
1. Sebelum permohonan pailit didaftarkan, pihak debitur mengajukan PKPU. Apabila PKPU diajukan kepada debitur sebelum permohonan pailit, maka dengan PKPU permohonan pailit tidak dapat diajukan; dan
2. Apabila terdapat permohonan pailit, PKPU dapat diajukan pada saat dilakukannya pemeriksaan oleh Pengadilan Niaga, maka pemeriksaan permohonan tersebut harus hentikan.
Apabila permohonan PKPU diterima, maka pengadilan niaga memberikan waktu maksimal selama 45 hari kepada debitur untuk mengemukakan rencana perdamaian. Dan apabila di hari yang ke-45 kreditur belum memberikan kepastian terhadap rencana debitur, maka pengadilan niaga akan memberikan tambahan waktu maksimal selama 270 hari.
Apabila rencana perdamaian dapat diterima oleh kredit, maka akan disahkan dan berkekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak yakni kredit dan debitur. Namun, apabila rencana perdamaian ditolak, maka akan segera ditetapkannya status pailit oleh pengadilan niaga.
Daftar Pengadilan Niaga Di Indonesia :
Berikut ini adalah daftar Pengadilan Niaga yang ada di seluruh Indonesia serta wilayah hukumnya berdasarkan Keppres No. 97 Tahun 1999:
1. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.
2. Pengadilan Niaga Makassar. meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya
3. Pengadilan Niaga Semarang. Meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Pengadilan Negeri Surabaya. Meliputi Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
5. Pengadilan Niaga Medan. Meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.
Pihak yang dapat mengajukan :
Dalam proses pengajuan kepailitan kepada pengadilan niaga harus diajukan oleh pihak-pihak yang telah ditetapkan oleh UU 37/2004 yakni:
1. Dalam hal debitur adalah untuk kepentingan umum dapat diajukan oleh Kejaksaan;
2. Dalam hal debitur adalah bank maka pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia;
3. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal; dan
4. Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Akibat Hukum Kepailitan :
Dengan ditetapkannya putusan pernyataan pailit maka sejak dibacakannya putusan pailit, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit. Namun, menurut pasal 22 UU 37/2004 terdapat sejumlah harta yang dikecualikan sehingga tidak termasuk ke dalam harta pailit, antara lain:
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
3. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
Kepengurusan harta kekayaan ini beralih kepada kurator dengan pengawasan oleh hakim pengawas, sehingga segala hal yang mempengaruhi harta pailit tersebut harus dilakukan dengan persetujuan kurator.